YAMARAJA-JARAMAYA-YAMARANI-NIRAMAYA-YASILAPA-PALASIYA-YAMIDORA-RADOMIYA-YAMIDOSA-SADOMIYA-YADAYUDHU-DHUYUDAYA-YASIYACA-CAYASIYA-YASIHAMA-MAHASIYA
Setiap orang yang berminat dengan mantra jawa pasti tidak asing dengan kalimat-kalimat di atas. Ya, itu adalah rajah Kalacakra.
Yang diartikan seperti ini:
YAMARAJA..........JARAMAYA
siapa yang menyerang,berbalik menjadi berbelas kasihan
YAMARANI...........NIRAMAYA
siapa datang bermaksud buruk, akan menjauh
YASILAPA............PALASIYA
siapa membuat lapar akan malah memberi makan
YAMIRODA..........DAROMIYA
siapa memaksa malah menjadi memberi keleluasaan/kebebasan
YAMIDOSA..........SADOMIYA
siapa membuat salah, berbalik membuat jasa
YADAYUDA...........DAYUDAYA
siapa memerangi berbalik mengajak damai
YASIYACA..........CAYASIYA
siapa membuat celaka berbalik menjadi membuat sejahtera
YASIHAMA..........MAHASIYA
siapa membuat rusak berbalik menjadi membangun
siapa yang menyerang,berbalik menjadi berbelas kasihan
YAMARANI...........NIRAMAYA
siapa datang bermaksud buruk, akan menjauh
YASILAPA............PALASIYA
siapa membuat lapar akan malah memberi makan
YAMIRODA..........DAROMIYA
siapa memaksa malah menjadi memberi keleluasaan/kebebasan
YAMIDOSA..........SADOMIYA
siapa membuat salah, berbalik membuat jasa
YADAYUDA...........DAYUDAYA
siapa memerangi berbalik mengajak damai
YASIYACA..........CAYASIYA
siapa membuat celaka berbalik menjadi membuat sejahtera
YASIHAMA..........MAHASIYA
siapa membuat rusak berbalik menjadi membangun
Kala/Kolo dalam bahasa jawa diartikan sebagai sial/sesuatu yang jahat, sedangkan Cakra adalah senjata dari Batara Kresna yang digunakan untuk memusnahkan sial tersebut, jadi kalacakra diartikan sebagai penghancur sial.
Sedangkan dalam versi sansekerta, Kala merupakan dewa yang berkuasa atas waktu, sehingga Kalacakra juga bisa diartikan untuk umur panjang
Yang menarik, dalam sebuah kitab kuno di tibet yang berjudul “Sarvatathagatakayavakcitta-Krsnayamaritantra” kita menemukan sesuatu yang mirip dengan rajah kalacakra yang disebut mantra yamantaka
Berikut penggalan dari mantra yamantaka
Om Ah Hung
OM YAMARAJA
SADOMEYA /
YAMEDORU
NAYODAYA /
YADAYONI
RAYAKSHAYA /
RAYAKSHAYA /
YAKSHEYACCHA
NIRAMAYA /
HUM HUM PHAT PHAT SVAHA
OM BHUCHARANA / YA PATALA CHARAYA / MAN KHECHARAYA
/TA PURVA NIGANAM / KA DAKSHINA DIGAYA / HUM
PASHCHMI MANAM PHAT / UTTARA TIGAYA OM-I / HRIH-YA
SHTRI-VA / VI-KSHI / KRI-KO / TA-E / NA-A / NA-DE / HUM
BHYOH PHAT SARVA BHUTE BHYAH
OM DASHADIKA LOKAPALA SAPARIWARA ARGHAM PRATICCHA
HUM SVAHA
OM DASHADIKA LOKAPALA SAPARIWARA PADYAM PRATICCHA
HUM SVAHA
OM DASHADIKA LOKAPALA SAPARIWARA GANDHE PRATICCHA
HUM SVAHA
OM DASHADIKA LOKAPALA SAPARIWARA PUSHPE PRATICCHA
HUM SVAHA
OM DASHADIKA LOKAPALA SAPARIWARA DHUPE PRATICCHA
HUM SVAHA
OM DASHADIKA LOKAPALA SAPARIWARA ALOKE PRATICCHA
HUM SVAHA
OM DASHADIKA LOKAPALA SAPARIWARA NAIVIDYA PRATICCHA
HUM SVAHA
OM DASHADIKA LOKAPALA SAPARIWARA SHABDA PRATICCHA
HUM SVAHA
yaitu mantra pemujaan memohon perlindungan pada Bodhisattva Yamantaka utk menghancurkan YAMA.
Alkisah pada jaman dahulu, Dewa diantara para Yaksa di alam kematian, Yama (Tibet) sering mencabut nyawa orang karena kurang sesaji
Akhirnya Buddha Manhjuri(utk umur panjang) mengambil bentuk ‘menjadi Yamantaka Sang Pelindung Dharma. Untuk menyadarkan Dewa YamaYamantaka, alias Vajra Bhairava = penghancur Yama.
Mungkin sekali rajah kalacakra yang kita kenal saat ini adalah penggalan dari Mantra Yamantaka yang tersisa, yang sudah terlupakan judul dan tujuan asalnya, yang hanya diingat untuk umur panjang yang kemudian di identifikasikan dengan penolak sial.
Sejak jaman kehancuran Majapahit(yang menganut Hindu-Buddha), para praktisi aliran Vajrayana di humi nusantara dipaksa meng-adopsi agama dari arab, sehingga semua prakteknya tidak lagi dilakukan di tempat terbuka. candi2pamujan banyak yg dihancurkan, akhirnya prakteknya dilakukan secara diam2 di tengah malam supaya tidak kedengaran, jadi dilakukan di BATIN (jawa-red) saja, makanya disebut kebatinan.
Terlepas dari semua itu patut menjadi perhatian bahwa ternyata kalacakra hasil gubahan leluhur di jawa ini ternyata dipercaya mempunyai khasiat dan kelebihan yang tidak kalah ampuh dengan versi aslinya
bahkan penghinaan terhadap kalacakra yang melambangkan 8 penjuru ini di yakini bakal membawa sial terhadap yang melakukan penghinaan
konon di waktu perselisihan antara sultan hadiwijaya dan harya penangsang, sunan kudus yang membela harya penangsang menyiapkan sebuah kursi yang dirajah kala cakra untuk diduduki sultan hadiwijaya, dengan harapan setelah menduduki rajah kalacakra sang sultan akan kehilangan kesaktian dan akan terkena sial.
Tetapi malang karena tanpa sengaja harya penangsanglah yang menduduki rajah tersebut yang dipercaya sebagai awal kekalahannya dalam melawan pajang hingga akhirnya terbunuh
Apabila mempunyai rajah kalacakra ada baiknya jangan di bawa di dompet yang pasti akan diduduki karena itu di khawatirkan akan mengulangi sejarah harya penangsang yaitu mendapatkan sial.